Lompat ke isi utama

Berita

Putusan MK Dinilai Pengaruhi Desain Demokrasi Elektoral Indonesia, Ini Momentum Transformasi Demokrasi

Rabu (16/7/2025)

Anggota Bawaslu Puadi dalam forum Jaringan Demokrasi Indonesia pada Rabu (16/7/2025) di Bawaslu DKI Jakarta/Foto: Publikasi dan Pemberitaan Bawaslu

BENGKULU SELATAN — Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Puadi, menilai sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikeluarkan dalam kurun waktu 2023 hingga 2025 memiliki dampak signifikan terhadap arah desain demokrasi elektoral Indonesia. Menurutnya, ketiga putusan MK tersebut bukan hanya bersifat teknis, namun menyentuh akar sistem pemilu dan memperlihatkan dinamika serta tantangan dalam menjaga integritas demokrasi.

Baca Juga: Totok Hariyono Ajak Kader P2P Jadi Pejuang Demokrasi yang Kritis dan Aktif

Tiga putusan MK yang menjadi sorotan Puadi adalah Putusan No. 114/PUU-XX/2022 tentang sistem pemilu proporsional terbuka, Putusan No. 135/PUU-XXII/2024 mengenai keserentakan pemilu dan pilkada, serta Putusan No. 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait diskualifikasi kolektif pasangan calon dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Barito Utara. Menurut Puadi, ketiganya memiliki implikasi yang luas baik secara struktural maupun normatif.

Baca Juga: Puadi Ajak Kader P2P Jadi Mata dan Telinga Rakyat Jelang Pemilu 2029

Putusan 114 yang mempertahankan sistem proporsional terbuka dinilai Puadi sebagai bentuk afirmasi terhadap partisipasi langsung rakyat dalam proses demokrasi. “Putusan ini memperkuat hubungan antara pemilih dan wakilnya, karena rakyat dapat memilih langsung calon legislatif, bukan hanya partai,” kata Puadi dalam forum Jaringan Demokrasi Indonesia bertajuk Transformasi Sistem Pemilu Indonesia di Bawaslu DKI Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Baca Juga: DPR Komisi II Apresiasi Kesiapan Bawaslu, KPU, DKPP, dan Kemendagri Hadapi PSU

Namun, ia juga mengingatkan bahwa sistem terbuka memiliki sisi gelap yang tidak boleh diabaikan. “Ini sistem yang kompetitif, tapi juga membuka celah pada praktik politik uang, ketimpangan dana kampanye, dan konflik internal partai. Oleh karena itu, pengawasan pemilu, etika kampanye, dan transparansi dana politik harus diperkuat,” tegasnya.

Baca Juga: Totok Hariyono Tegaskan Pentingnya Tanggung Jawab Moral dalam Penggunaan Anggaran Pengawasan Non-Tahapan Pemilu

Sementara itu, Putusan 135/PUU-XXII/2024 yang menegaskan pentingnya keserentakan dalam pemilu dan pilkada juga dinilai sebagai titik balik penting. MK menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu dan pilkada secara tidak serentak bertentangan dengan prinsip keserentakan dalam Pasal 22E UUD 1945. “Ini akan mengubah secara drastis tahapan dan jadwal pemilu,” kata Puadi.

Baca Juga: Ketua Bawaslu Teken MoU dengan PUSaKO Unand, Dorong Penguatan SDM Pengawasan Pemilu

Menurutnya, dampak dari putusan tersebut bisa sangat kompleks, terutama dari sisi teknis penyelenggaraan. “Beban logistik, anggaran, dan kebutuhan SDM akan meningkat. Penyelenggara harus siap menyesuaikan strategi, termasuk dalam mengawasi netralitas ASN dan menjaga kualitas pelaksanaan pemilu,” ujarnya.

Baca Juga: Bawaslu Kabupaten Bengkulu Selatan Mendengarkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya

Putusan ketiga, No. 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang mendiskualifikasi seluruh pasangan calon dalam PSU Barito Utara, menurut Puadi, adalah terobosan hukum yang progresif. “Ini preseden penting dalam menegakkan pertanggungjawaban kolektif atas kecurangan. MK mengirim pesan kuat bahwa integritas tidak bisa ditawar,” ucapnya.

Baca Juga: Apel Pagi Bawaslu Bengkulu Selatan, Wujud Disiplin dan Komitmen Pegawai

Puadi menekankan bahwa konsekuensi dari ketiga putusan ini menuntut kesiapan tidak hanya dari penyelenggara pemilu, tetapi juga dari partai politik dan masyarakat. Ia mendorong partai untuk lebih fokus pada proses kaderisasi daripada sekadar merekrut figur populer. “Kita butuh pemimpin yang dibentuk, bukan hanya dipilih karena popularitas,” ujarnya.

Baca Juga: Tingkatkan Kinerja, Bawaslu Bengkulu Selatan Fokus Evaluasi dan Rencana Kerja Non-Tahapan

Lebih jauh, Puadi menegaskan bahwa transformasi sistem pemilu bukan hanya perubahan teknis belaka, melainkan bagian dari upaya besar menuju demokrasi yang lebih substansial dan berintegritas. “Putusan-putusan ini seharusnya menjadi momen untuk memperkuat kebijakan legislatif, regulasi pemilu, dan kapasitas institusi demokrasi,” tegasnya.

Baca Juga: CPNS Bawaslu Diminta Tak Hanya Teknis, Tapi Juga Kritis dan Melek Literasi Demokrasi

Ia menutup pernyataannya dengan menyoroti pentingnya keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga demokrasi. “Demokrasi yang sehat lahir dari regulasi yang adil, pengawasan yang kuat, dan rakyat yang melek demokrasi. Putusan MK bukan hanya menafsirkan hukum, tapi juga sedang menulis ulang cara kita berdemokrasi,” pungkasnya. (Humas Bawaslu Bengkulu Selatan)

Sumber: Publikasi dan Pemberitaan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia

Tag
putusan MK, Demokrasi Elektoral Indonesia, Transformasi Demokrasi