Lompat ke isi utama

Berita

Ketua Bawaslu Tegaskan Urgensi Revisi UU Pemilu Demi Kepastian dan Efisiensi Demokrasi

Senin (11/8/2025)

Tangkapan layar Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam webinar yang diselenggarakan Asosiasi Program Studi Ilmu Politik Indonesia (Apsipol), Senin (11/8/2025).

BENGKULU SELATAN – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, menegaskan urgensi revisi Undang-Undang Pemilu dalam sebuah webinar nasional bertajuk “Quo Vadis Revisi Undang-Undang Pemilu” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Program Studi Ilmu Politik Indonesia (Apsipol) pada Senin (11/8/2025). Dalam pemaparannya, Bagja memaparkan sejumlah alasan fundamental mengapa pembaruan regulasi pemilu tidak bisa lagi ditunda.

Baca Juga: Koordinator Sekretariat Bawaslu Bengkulu Selatan Tegaskan Pentingnya Etika dan Profesionalisme

Bagja menyebut alasan pertama dari revisi UU Pemilu adalah untuk menciptakan kepastian dan kesatuan hukum pemilu. Menurutnya, kodifikasi atau penyatuan aturan akan mengintegrasikan semua regulasi pemilu ke dalam satu sistem hukum yang utuh dan konsisten. Hal ini penting agar tidak ada lagi pemisahan prinsip antara pemilu legislatif dan pemilihan kepala daerah (pilkada).

“Dengan adanya kodifikasi tersebut, tidak ada lagi perbedaan antara pemilu dan pilkada, baik dari sisi prinsip hukum, asas, dan kelembagaan,” ujar Bagja. Ia menilai bahwa ketidakkonsistenan selama ini menimbulkan kebingungan, bahkan dalam penegakan hukum pemilu di lapangan.

Baca Juga: Debisi Ilodhi Dorong Sinergi Penguatan Lembaga Pengawas Pemilu di Bengkulu Selatan

Alasan kedua yang dikemukakan adalah kebutuhan untuk menyederhanakan (simplifikasi) dan mengharmonisasikan regulasi. Saat ini, banyak peraturan pemilu yang saling tumpang tindih dan justru memperumit kinerja penyelenggara. Menurutnya, penyederhanaan akan memperjelas batas kewenangan dan tanggung jawab antar lembaga.

Bagja juga menegaskan bahwa revisi UU Pemilu sangat penting untuk memperkuat demokrasi konstitusional sebagai alasan ketiga. “Pemilu sebagai pilar utama demokrasi harus didukung oleh hukum yang demokratis, akuntabel, dan inklusif yang dibangun dari satu sistem legislasi terpadu,” tegasnya.

Baca Juga: Kunjungi TPS di Lapas, Herwyn Ingatkan Hanya Pemilih Terdaftar Gunakan Hak Pilih

Lebih lanjut, alasan keempat adalah efisiensi anggaran dan penyelenggaraan. Menurut doktor hukum tersebut, harmonisasi aturan akan memangkas biaya yang selama ini membengkak karena adanya prosedur berulang atau jadwal pemilu yang saling tumpang tindih. Ia menyebut hal ini sebagai langkah realistis dalam menjaga efektivitas demokrasi dengan sumber daya terbatas.

“Kodifikasi dan harmonisasi aturan akan mengurangi biaya yang tidak efisien akibat pengulangan prosedur dan jadwal pemilu atau pilkada yang tumpang tindih,” jelas Bagja. Ia mendorong agar sistem pemilu dibangun dengan orientasi efisiensi tanpa mengurangi kualitas demokrasi.

Baca Juga: Awasi PSU Barito Utara, Bagja Cukup Puas dengan Partisipasi Pemilih

Alasan kelima yang menjadi sorotan adalah pentingnya mengantisipasi desain Pemilu 2029. Bagja menyampaikan bahwa tahapan pemilu mendatang kemungkinan besar akan dimulai pada 2027, sehingga regulasi hukum dan kelembagaan harus sudah matang dua tahun sebelumnya. “Dibutuhkan desain hukum dan kelembagaan yang terintegrasi secara sistemik,” katanya.

Selain lima alasan utama tersebut, Bagja juga menekankan pentingnya revisi UU Pemilu untuk memperkuat lembaga pengawasan, yakni Bawaslu. Menurutnya, revisi harus mencakup pemberian kewenangan atributif kepada Bawaslu agar mampu menjalankan fungsi pencegahan, penanganan pelanggaran, hingga penyelesaian sengketa secara lebih efektif.

Baca Juga: Puadi Tinjau Langsung PSU di Papua, Tegaskan Tak Ada Pemilih Baru

“Penting juga memperluas akses pengawasan pemilu,” ujarnya. Partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemilu, menurutnya, perlu difasilitasi secara hukum agar pengawasan dapat dilakukan secara lebih inklusif dan transparan.

Dalam konteks kelembagaan, Bagja menyoroti pentingnya penguatan struktur dan tata kelola pengawas pemilu. Hal ini mencakup penguatan struktur organisasi Bawaslu, peningkatan kemandirian institusi, serta profesionalisasi sumber daya manusia. “Kemandirian lembaga pengawas harus dijaga dan profesionalitas SDM-nya perlu ditingkatkan agar pengawasan lebih efektif,” ujarnya.

Baca Juga: Partisipasi Pemilih dalam PSU Boven Digoel Masih Perlu Ditingkatkan

Lebih jauh, ia menambahkan bahwa sinergi antar lembaga juga harus diperkuat melalui penataan relasi kewenangan. Menurutnya, hubungan antara Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus jelas dan saling mendukung, bukan saling tumpang tindih.

“Misalnya, dengan penataan relasi kewenangan antara lembaga penyelenggara pemilu, baik dengan KPU dan DKPP, juga dengan lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan, serta lembaga peradilan dan stakeholder lainnya,” jelas Bagja.

Baca Juga: Aktivis Perempuan Apresiasi Buku "Srikandi Mengawasi Pemilu 2024": Dokumentasi Perlawanan dan Inovasi

Dengan paparan menyeluruh tersebut, Ketua Bawaslu berharap para pemangku kepentingan dapat segera mendorong pembahasan dan pengesahan revisi UU Pemilu. Menurutnya, revisi ini bukan semata kepentingan lembaga, melainkan untuk memperkuat sistem demokrasi nasional yang semakin kompleks dan menantang ke depan. (Humas Bawaslu Bengkulu Selatan)

 

Editor: Humas Bawaslu Bengfkulu Selatan

Tag
Bawaslu Usul Revisi UU Pemilu, Bawaslu