Menelusuri Jejak Srikandi, Lolly Suhenty Soroti Sejarah Kepemimpinan Perempuan
|
BENGKULU SELATAN - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Lolly Suhenty, menyinggung sejarah kepemimpinan perempuan di Buton yang telah ada sejak abad ke-14 dalam Bedah Buku Srikandi Mengawasi: Kisah Perempuan Pengawas Pemilu dalam Mengawasi Pemilu 2024. Dalam acara yang digelar di Kota Baubau, Kamis (25/9/2025), Lolly mengangkat sosok legendaris Wa Kaa Kaa, perempuan yang tercatat sebagai Raja pertama Buton pada tahun 1332, dan Bulawambona, raja perempuan lainnya yang memimpin di masa setelahnya.
Baca Juga: Bawaslu Bengkulu Selatan Gelar Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025 secara Khidmat
“Kehadiran mereka membuktikan bahwa sejak abad ke-14, perempuan di Buton sudah dipercaya memimpin, menjaga keseimbangan, dan membangun peradaban,” ujar Lolly di hadapan para peserta diskusi. Menurutnya, sejarah ini menjadi inspirasi penting dalam membangun narasi kepemimpinan perempuan dalam konteks demokrasi hari ini.
Baubau yang merupakan wilayah di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, bukan hanya kaya sejarah, tetapi juga simbol penting peradaban maritim dan intelektual. Kesultanan Buton dikenal memiliki konstitusi tertulis jauh sebelum masa kemerdekaan, serta warisan pemikiran sufistik melalui konsep Martabat Tujuh yang berakar pada ajaran Ibn ‘Arabi. Lolly menyebut tradisi ini sebagai bukti kuat bahwa menulis dan berpikir kritis sudah menjadi bagian dari budaya Buton.
“Tradisi menulis ini menjadi alasan mengapa Baubau dipilih sebagai tempat diskusi. Menulis bagi masyarakat Buton bukan sekadar catatan, melainkan panduan moral dan hukum,” tambah Lolly. Ia mengaitkan kekuatan tulisan dengan peran perempuan dalam menjaga demokrasi dan keberadaban.
Buku Srikandi Mengawasi sendiri lahir dari kisah nyata para perempuan pengawas pemilu yang berjuang dalam Pemilu 2024. Di dalamnya, tergambar cerita tentang tekanan politik, beban ganda sebagai perempuan, serta tantangan dalam menghadapi politik uang dan diskriminasi. Bagi Lolly, menulis pengalaman tersebut bukan hanya bentuk dokumentasi, tapi juga cara merawat memori kolektif bangsa.
Baca Juga: Bahas Pemutakhiran Data Pemilih, Bawaslu Bengkulu Selatan Terima Kunjungan KPU
“Dengan menulis, pengalaman yang nyaris hilang bisa dirawat menjadi pengetahuan kolektif. Ini penting agar perjuangan para perempuan tidak terlupakan dan bisa menginspirasi generasi berikutnya,” jelasnya. Buku ini, lanjut Lolly, menjadi ruang afirmasi dan perlawanan terhadap struktur yang selama ini meminggirkan suara perempuan dalam demokrasi.
Bawaslu melalui forum ini menegaskan kembali pentingnya keterlibatan perempuan dalam pengawasan pemilu. Bukan hanya sebagai simbol, tetapi sebagai aktor kunci dalam memastikan integritas demokrasi. “Keberanian perempuan bukan hanya ada di masa lalu, tetapi terus hidup hingga hari ini,” tegas Lolly.
Baca Juga: Sahran Tegaskan Komitmen dan Tanggung Jawab Jajaran Disekretariat Bawaslu Bengkulu Selatan
Ia berharap, diskusi di Baubau ini bukan hanya menjadi momen refleksi sejarah, tetapi juga pemicu lahirnya strategi kelembagaan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan perempuan. Ruang organisasi harus dibuka lebih lebar agar suara perempuan benar-benar diakomodasi secara setara.
Melalui forum ini, Bawaslu juga ingin membangun tradisi menulis di lingkungan pengawas pemilu, khususnya perempuan. “Menulis adalah keberanian untuk bersuara. Dan suara itu penting untuk menjaga demokrasi tetap hidup,” katanya.
Baca Juga: Bawaslu Buka Akses Data Kepemiluan untuk Mahasiswa, Dorong Riset dan Literasi Demokrasi
Lolly menutup diskusi dengan harapan besar: “Semoga Baubau menjadi saksi bahwa menulis bukan hanya cara merawat sejarah, tetapi juga cara perempuan menjaga demokrasi.” Pesan ini menggema di antara hadirin, seolah menghubungkan jejak kepemimpinan Wa Kaa Kaa di abad ke-14 dengan semangat Srikandi pengawas pemilu masa kini.
Berita ini dikutip dari publikasi resmi Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, Kamis (25/09/2025). (Humas Bawaslu Bengkulu Selatan)
Editor: Humas Bawaslu Bengkulu Selatan